Saat ini, Indonesia dihadapkan pada tiga tantangan utama dalam bidang gizi, yaitu kekurangan gizi (seperti stunting dan wasting), kelebihan gizi, serta kekurangan zat gizi mikro. Di tingkat global, WHO dan UNICEF telah menetapkan enam target nutrisi utama yang harus dicapai pada tahun 2025, mencakup: penurunan angka stunting, anemia, berat badan lahir rendah (BBLR), kelebihan berat badan (overweight), peningkatan cakupan ASI eksklusif, serta penurunan wasting.
Berdasarkan data tahun 2024, angka stunting di Indonesia berhasil menyusut menjadi 19,8%, sementara angka overweight mengalami kenaikan menjadi 5,3%. Angka wasting juga menunjukkan penurunan menjadi 7,4%, namun kasus underweight justru meningkat menjadi 16,9%. Pemerintah menargetkan agar tingkat stunting dapat ditekan lebih lanjut menjadi 18,8% pada tahun 2025.
“Permasalahan gizi anak sebenarnya dipengaruhi kebiasaan ibu sejak masa kehamilan. Penelitian menunjukkan bahwa 1000 hari pertama kehidupan (HPK)—sejak konsepsi hingga anak berusia dua tahun—sangat menentukan pertumbuhan fisik dan perkembangan otak anak. Hal ini menjadi dasar strategi intervensi gizi yang dijalankan oleh pemerintah. Karena itu, program pemenuhan gizi tidak hanya menyasar anak sekolah, tetapi juga mencakup ibu hamil, ibu menyusui, dan balita sebagai kelompok prioritas,” jelas Ikeu Tanziha selaku Dewan Pakar BGN, saat ditemui di Sekolah Barunawati pada Senin, (14/07).
Kekurangan nutrisi pada ibu hamil dan anak dalam periode 1000 HPK menjadi salah satu faktor utama penyebab munculnya tiga beban masalah gizi di Indonesia. Pada masa ini, perkembangan otak anak sangat pesat dan rentan terhadap berbagai pengaruh lingkungan. Oleh sebab itu, perhatian terhadap asupan gizi ibu dan anak sama pentingnya.
Berbagai tantangan gizi, ketimpangan sosial ekonomi, serta visi besar pemerintah dalam menyongsong Indonesia Emas 2045, memperkuat komitmen untuk menjalankan Program Makan Bergizi Gratis. Program ini merupakan inisiatif skala nasional pertama dalam bidang pemenuhan gizi yang dicanangkan oleh pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo. Target program ini mencakup 82,9 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia.
Jika merujuk pada pengalaman beberapa negara seperti Finlandia, Swedia, Estonia, dan Korea Selatan, program makan bergizi terbukti membawa dampak positif terhadap peningkatan status kesehatan masyarakat, khususnya kelompok rentan seperti anak-anak dan ibu hamil.
Studi menunjukkan bahwa program makan siang sehat secara signifikan meningkatkan asupan energi anak. Sebanyak 40,9% siswa yang menerima program makan siang tercatat memiliki asupan energi yang cukup, sementara hampir 90% siswa yang tidak menerima program tersebut tergolong kekurangan asupan energi.
Biro Hukum dan Humas
Badan Gizi Nasional